Sosok Uci Wulandari patut menjadi teladan bagi rekan seprofesinya. Sebagai bidan, dia rela susuri jalan berlumpur dan genangan air demi membantu persalinan warga di desa Renah Kasah. Lebih dari itu, ia pun mengabdikan diri sebagai guru untuk mendidik anak-anak disana, demi mencerdaskan kehidupan bangsa.
-------------------------------
MENJALANI profesi sebagai bidan di desa terpencil merupakan perjuangan yang memiliki kisah tersendiri. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Uci Wulandari, bidan desa yang masih berstatus honorer di daerah paling barat Provinsi Jmbi, Kerinci.
Uci rela menembus jalan yang rusak dan berlumpur setiap pagi, demi menuju tempatnya mengabdi di desa Renah Kasah, Kayu Aro.
Setiap pagi, dari tempat tinggalnya Uci harus melewati jalan dari desa Koto Tengah, lalu melewati desa Sungai Rumpun sebelum sampai ke desa Renah Kasah.
Bila musim hujan tiba, tak hanya jalan berlumpur yang mesti ditempuh. Namun ia harus melewati genangan air setinggi lutut orang dewasa. Hampir 3 Km panjangnya,Tak membuat bidan cantik ini menyerah.
Meskipun menggunakan sepeda motor, bukan berarti pakaian yang digunakan bidan cantik ini bebas dari tanah yang becek.
Sembari memegang motor, ia berupaya melewati akses jalan yang penuh genangan air dan berlumpur.
Terkadang pakaian dan tas pun terkena kotoran tanah yang berlumpur. Uci mengakui, tubuhnya kerap sakit akibat melewati akses jalan yang rusak.
Bahkan pakaian yang rapi dan harum agar bertemu pasien terpaksa sirna. Sebelum tiba di Renah Kasah, pakaiannya sudah kotor kerena percikan lumpur.
Lewat pesan WhatsApp, kepada penulis, bidan cantik ini mengakui kesulitan melewati jalan yg berlumpur dan penuh genangan air.
"Saya kesulitan melewati jalan yang berlumpur dan air yang menggenangi jalan, sampai tangan saya cidera, sampai sekarang belum pulih,"kata Uci. Minggu malam,
(25/12).
Pengabdian yang amat mulia ini ditekuninya supaya bisa membantu warga di desa terpencil. Dan Uci mengakui mendapat pengalaman yang luar biasa dalam perjuangannya.
Uci rela melewati jalan yang berlumpur dengan penuh perjuangan, lantaran rasa prihatinnya terhadap warga desa Renah Kasah, yang kesulitan untuk mendapat fasilitas kesehatan karena sulitnya melewati akses jalan yang rusak.
Seperti orang-orang yang sudah tua renta dan ibu-ibu hamil, yang kesulitan untuk mencapai Puskesmas di Kersik Tuo. Serta anak-anak disana tidak memiliki TK untuk bersekolah.
Lebih mengharukan lagi, selain mengabdi sebagai bidan ternyata mahasiswi lulusan Fakultas Kesehatan dan MIPA, Universitas Muhammadiah Bukit Tinggi ini, juga mengabdikan diri mengajar sebagai guru Paud disana.
Bahkan Paud tersebut didirikan oleh perjuangan tangan dinginnya sendiri loh..., itu karena disana tidak memiliki TK tempat anak-anak bersekolah.
"Saya disana bukan sebagai bidan desa saja, saya juga mengajar paud, karena disana dulu tidak ada paud, jadi saya membuat paud. Nama Paudnya Cahaya Bunda," jelas wanita kelahiran maret 1995 ini.
Untuk Paud, bidan cantik yang masih berstatus single ini hanya melaksanakannya selama tiga hari dalam seminggu, yaitu hari Kamis, Jumat dan Sabtu.
Uci menuturkan selama pengabdiannya, ia selalu mendapat suppurt dari orang tuanya, agar terus semangat dalam mengembangkan ilmu yang telah ia dapatkan.
Itulah sebabnya bidan cantik ini selalu ingat pesan orang tuanya, meskipun tidak dipandang dimata manusia, tetapi dimata allah kita bermanfaat untuk orang lain.
Semangat itulah yang terus mengalir disetiap langkahnya, meski harus melewati jalanan yang berlumpur dan dipenuhi genangan air. Tak akan menyurutkan semangatnya untuk mengabdi.
Lewat torehan pena penulis ini, Uci berharap kepada pemerintah daerah supaya lebih memperhatikan perjuangan bidan di desa terpencil, terlebih yang masih berstatus honorer.
"Harapan Uci, supaya pemerintah lebih memperhatikan perjuangan bidan di desa terpencil, apalagi seperti kami yang masih berstatus honorer," Harapnya.
Sosok Uci Wulandari patut menjadi teladan bagi rekan seprofesinya. Sebagai bidan, dia rela susuri jalan berlumpur dan genangan air demi membantu persalinan warga di desa Renah Kasah. Lebih dari itu, ia pun mengabdikan diri sebagai guru untuk mendidik anak-anak disana, demi mencerdaskan kehidupan bangsa.
Atas segala pengabdian dan jasa-jasa mulia Uci Wulandari, selayaknya warga pelosok diujung negeri ini merasa amat berhutang budi. Dan yakinlah hanya allah yang sanggup membayarnya. Jazzakumullah khairan katsiran.
Penulis: Rudi Hartono Ridwar