Banyak Sekolah di Jambi Lakukan Pungli, Benarkah? Ombudsman: Seperti Fenomena Gunung Es

JAMBI,– Maraknya praktik pungutan liar (Pungli) di sejumlah sekolah mulai diadukan orang tua murid ke Ombudsman Perwakilan Jambi. Lembaga Negara Pelayanan Publik itu bersiap mengusut.
Kepala Ombudsman Perwakilan Jambi, Jafar Ahmad, mengatakan sepekan ini Ombudsman telah menerima sejumlah aduan praktik pungli di sekolah. Semua pengadu adalah wali murid.
“Ada yang melapor lewat lisan, ada pula yang datang langsung membuat laporan resmi. Mereka datang membawa bukti lengkap,” kata Dr Jafar, sapaan akrabnya, Senin (19/08/2019).
Atas aduan itu, Ombudsman telah membentuk tim untuk melakukan penyelidikan. Dalam beberapa hari ini, menurutnya, tim akan turun mengusut laporan tersebut. Tapi, Dr Jafar merahasiakan nama sekolah yang dilaporkan itu.
“Ombudsman akan membukanya ke publik ketika kasus ini sudah tuntas. Namun, nanti kita lihat lagi. Untuk kepentingan publik, bisa saja kita buka, agar menjadi pelajaran bagi yang lain, supaya mereka tidak ikutan melakukan praktik yang sama. Tunggu saja, kalau ada info, segera kami kabari,” lanjut Jafar.
Secara resmi baru satu sekolah yang Ombudsman terima laporannya secara lengkap. Tim akan fokus dulu ke satu sekolah ini. Tapi, secara lisan, sudah banyak juga yang melapor. “Ini barangkali seperti fenomena gunung es. Sedikit tampak di permukaan, padahal sejatinya besar,” sebutnya.
Ia mengingatkan para kepala sekolah bersegera mengenyahkan praktik pungli di sekolah. Selain karena sangat memberatkan orang tua murid. Utamanya warga yang tak mampu, pungli jelas merupakan praktik koruptif yang bisa di pidana.
Menurut doktor jebolan Universitas Indonesia itu, tak ada satupun aturan yang membolehkan pungutan di sekolah. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah menegaskan hal itu.
Begini Penjelasannya?
Setiap pungutan dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan. Kendati demikian, sekolah boleh menerima sumbangan dari wali murid, tapi hanya melalui komite sekolah. Nah, sumbangan di dalam Permendikbud itu hanya boleh dilakukan jika memenuhi beberapa syarat, antara lain jika dilakukan tanpa adanya paksaan atau suka rela.
Selanjutnya, tidak boleh ditentukan jumlahnya dan tidak boleh menentukan batas waktu. Itulah yang disebut dengan sumbangan, bukan iuran. Inilah yang mesti dipahami. Kalaulah ada sekolah masih menarik pungutan, ia memastikan perbuatan itu salah.
“Regulasinya sudah jelas kok, bentuk pungutan seperti apapun sudah tidak boleh. Kalau alasannya berdasarkan kesepakatan, itu cara berpikir yang salah,” kata Dr Jafar.
Oleh karena itu, ia berharap para Kepala Dinas Pendidikan dan Inspektorat agar mempelajari regulasi tentang pungutan. Juga melakukan pembinaan kepada kepala sekolah, terlebih lagi saat ini pemberantasan pungli sedang giat-giatnya.
Diperlukan pendampingan dan bimbingan ke kepala sekolah terkait larangan pungutan ini. Pungutan yang tanpa dasar hukum, tanpa kewenangan oleh pemungut, itu pasti masuk ke ranah pungli. Regulasi jelas-jelas melarang pendidik dan tenaga pendidikan, baik perseorangan maupun kolektif melakukan pungutan kepada peserta didik.
“Karena itu, kami meminta sekolah-sekolah yang sudah terlanjur memungut (meskipun lewat komite: red), untuk segera mengembalikan uang kepada siswa. Dan tidak menarik pungutan apapun lagi dari orangtua. Karena itu merupakan tindakan pidana,” pungkasnya.
Sumber : Aksesjambi.com